Menjadi seorang guru mungkin dianggap sebagian orang sebagai
sebuah profesi yang biasa saja. Bahkan tak jarang, profesi ini menjadi profesi
yang kurang begitu popular di bandingkan dengan dokter, pilot, polisi, tentara.
Menjadi seorang guru juga penuh dengan tantangan dan suka duka yang tak banyak
profesi yang akan merasakannya.
Bayangkan saja, setiap hari mereka dituntut harus mampu
untuk selalu mengajarkan, mendidik, “mengemong”, hingga fungsi-fungsi dari
pengasuhan terkadang harus rela ia emban. Tak ada istilahnya guru “cengeng”
yang lantas berhasil mendidik murid dari 0 hingga berhasil. Terkecuali yang ada
guru itu menjadi bulan-bulanan para murid, yang saat ini lebih kejam daripada
murid dahulu. Bagaimana tidak kejam, jika keseharian para murid khususnya di
genrasi milenials ini disuguhi content kekerasan, pornografi, hingga hoax yang
syarat akan adu domba, fitnah, dan berita tipu-tipu yang di permanis dengan para
buzzer pengendali opini.
Seorang guru juga di sebut sebagai pahlawan tanpa tanda
jasa. Sematan ini memang masih layak di sanding oleh mereka, meskipun pahlawan
tanda jasa juga dapat tersmat kepada siapa saja, misalnya orang tua, pengajar
privat, dosen, hingga bakul soto pun dapat menjadi pahlawan tanpa tanda jasa. Yang
terpenting adalah, ia mampu mencurahkan segala upaya tanpa mengharap imbalan
materi semata. Cukuplah doa, dan kesuksesan mu yang menjadi pelengkap
pembahagia.
Begitu beratnya tugas yang di emban oleh seorang guru juga dapat
terlihat saat waktu-waktu senggangnya (libur) yang di habiskan untuk merekap
nilai, menyusun RAB, memikirkan muridnya yang terancam tidak naik kelas, hingga
keluh kesah orang tua murid yang ditumpahkannya hanya sebab permasalahan antar
murid yang remeh temeh. Yah remeh temeh, namun jika tidak disikapi dapat
menjadi urusan yang lumayan gawat tuh.
Pengorbanan pun tak hanya beruah manis, bahkan hasil dari pengorbanan
untuk mendidik para muridnya di hadiahi hadiah pahit oleh murid yang
berkolaborasi dengan orang tuanya dalam menghakimi sang guru. Hal ini seperti
terjadi baru-baru ini, dimana anak yang notabenenya adalah murid kompak
memukuli guru bersama orang tuanya. Tak ayal hal ini mendapat sebuah kecaman
diseantero nasional.
Namun apakah kecaman saja ini cukup? Tidak, bahkan gaji guru
standard lulusan sarjana pun masih kalah dengan gaji buruh yang lulusan SMA
loh. Bukan bermaksud mengesampingkan skill Sumber daya manusia Indonesia yang
hebat, namun hal ini sudah selayaknya mendapatkan perhatian dari pemerintah
Indonesia.
Mensejahterakan guru adalah selah satu itikad baik dan
sekaligus menjadi salah satu penghargaan untuk guru. Agar hidupnya sejahtera,
dan tak pusing lagi memikirkan biaya hidup yang semakin meninggi. Agar ia fokus
dalam mencerdaskan pendidikan bangsa ini.
Dan penghargaan dari kita semua juga akan semakin membuat
para guru menjadi kian dihargai. Untuk itulah mari menghargai jasa guru sebagai
pahlawan tanpa tanda jasa kita. Hadiah tak mesti mewah, yang terpenting hadiah
tersebut dapat bermanfaat dan bisa digunakan sebagai sebuah kebanggan.
Semangatlah para guru, karena jasamu tak akan lekang oleh waktu
No comments:
Post a Comment