Disuatu ketika,
pernahkan anda tiba – tiba membeli tanpa henti barang yang mana pada saat
hendak membelinya itu tidaklah masuk di dalam daftar kebutuhan? Ataukah anda
pernah dengan tiba-tiba membeli begitu banyak perbendaharaan barang dengan
aneka merek yang berbeda-beda?
Banyak alasan yang
dikemukakan oleh seseorang dimana, ada yang menganggap hal ini adalah sebagai
suatu sarana pelepasan emosi. Disisi lain mereka membeli karena ingin
menyenangkan diri saja. Namun bagaimanakah hal ini dijelaskan dalam sudut
pandang psikologi? Ini dia sebuah bahasan menarik, terlebih lagi pembahasan ini
adalah pembahasan yang akan sangat relevan di masa menjelang Lebaran.
Perilaku yang terjadi
seperti di awal paragraph tadi adalah contoh daripada Impulse buying atau
sebuah perilaku dalam membeli yang implusif. Secara bahasa sendiri, implusif
dapat diartikan sebagai sebuah sifat bertindak secara cepat atau tiba-tiba
sekehendak hati. Dalam ilmu psikologi sendiri implusif buying didasarkan kepada
pertimbangan yang matang dan juga biasanya terjadi secara tiba-tiba.
Ketika seorang telah
memiliki dorongan untuk membeli sebuah barang, maka ia akan tetap
mempertahankan keinginannya tersebut yang mana pada akhirnya ia membeli barang
yang diinginkannya. Bayley dan juga Nancarrow, seorang peneliti di bidang
psikologi, mengatakan bahwasanya impulse buying merupakan sebuah perilaku hedonistic
dikarenakan ia ditandai dengan kepuasan setelah hal terjadi. Hal ini akan
bertolak belakang dengan seorang yang memiliki sebuah prinsip kegunaan yang
mana ia mengedepankan manfaat dari suatu barang.
Lebih lanjut hand an kawan-kawannya
mengemukakan bahwasanya perilaku implusif di dalam membeli ini terdiri daripada
4 jenis, yaitu:
Perilaku
Membeli Yang Implusif Akan Tetapi Terencana
Perilaku implusif ini
biasanya ditandai dengan perencanaan pada sebuah benda yang mana akan dibeli,
akan tetapi ia tak menentukan merek. Hal ini pun dicontohkan dengan seorang
individu yang berbelanja untuk membeli sebuah sabun mandi, akan tetapi ia
menentukan akan membeli merek yang mana, penentuannya ada pada penawaran iklan
yang dilihatnya.
Perilaku
Membeli Implusif Berdasarkan Hasil daripada Ingatan yang Muncul
Perilaku daripada
membeli ini sendiri muncul secara tiba-tiba yang mana disebabkan pada saat ia
melihat barang yang harus dibelinya. Misalkan saja ada sebuah alat tulis yang
ingin dibutuhkan, maka untuk dibelinya dan setelah ia melihat bagian dari alat
tulis di supermarket, ia akan segera teringat bahwasanya ia harus membeli
peralatan tulis tersebut.
Perilaku
membeli Berdasarkan Tren
Perilaku implusif ini biasanya
terjadi disebabkan pada model yang lagi negrend alias ngehits. Sehingga hal ini
mendorong seseorang ingin sekali mencoba gaya baru dan mengikuti trend yang
ada. Walaupun padahal ia tak membutuhkannya.
Perilaku
Membeli Dikarenakan Memang Murni Implusif
Kategori ini merupakan
perilaku implusif yang mana murni tidak direncanakan, akan tetapi ia ingin
sekali membeli tanpa adanya perenanaan. Dan hal ini tidak terbatas pada produk
pakaian semata, akan tetapi dalam hal pembelian apa saja. Ia akan merasa puas
jika telah menghabiskan uang dan membelanjakan banyak sekali barang.
Secara umum, sebuah
perilaku impulse buying dapat didorong dengan beberapa hal, diantaranya yaitu
di lingkungan belanja, produk, kepribadian seseorang, dan juga perbedaan
daripada geografis dan juga aspek dari sebuah budaya tertentu. Faktor lingkungan
belanja ini misalkan saja seperti penataan ruang untuk beberapa tampilan prduk,
aroma, hingga luas ruangan.
Produk yang tergolong
menarik akan mampu mendorong seseorang individu untuk membelinya secara
implusif seperti tak mempertimbangkan kegunaan. Selain itu, orang yang berada
di sekitarnya juga sedang melakukan aktifitas belanja hingga ia akhirnya turut
menentukan keputusan dari seseorang untuk membelinya.
Faktor kepribadian juga
mendukung seseorang untuk aktif secara implusif saat berbelanja. Diantaranya adalah
sifat matrealisme. Lalu apasih yang dimaksud dengan sifat matrealisme itu? Menurut
tim kasser salah seorang peneliti asal Amerika Serikat, sifat matrealisme
ditujukan dengan lebih mengedepankan keuntungan secara material, memiliki
banyak sekali obsesi pada pencitraan diri dan pencarian popularitas yang ditunjukan
dengan penampilan atau uang.
Dari banyak penelitian
juga telah banyak yang menunjukkan sebuah hubungan yang positif diantara
perilaku implusif dalam membeli dengan sebuah dorongan untuk melepaskan
daripada emosi negative seperti halnya rendahnya harga diri ataupun mood yang
seringkali tidak baik.
Itulah beberapa hal
yang dapat kita ketahui daripada Buyying impulsive. Semoga dapat menjadi sebuah
pencerahan bagi kita semua.
Artikel
ini disadur dari pijarpsikologi.org dan di tulis kembali dengan bahasa yang
sesuai dengan editorial.
No comments:
Post a Comment