Tadi siang saat saya selesai
mengisi bensin di POM Bensin di kawasan TL. Lerong ada hal menarik dan unik di
sana. Tak sengaja saya melihat papan reklame besar yang terpampang sosok yang
menampilkan seorang calon gubernur wanita yang kebetulan memang tengah
gencar-gencarnya memperkenalkan diri lewat beberapa media mulai dari fisik
hingga digital untuk maju di Kaltim 1. Yah biar tidak di bilang kampanye dini
sih anggap saja ia tengah memperkenalkan diri.
Saya rasa wajar, karena
beberapa calon kandidat lain pun sudah mulai melakukan “pengenalan” diri serupa.
Namun yang menjadi menarik pada sang calon gubernur Kaltim ini adalah tampilan
baliho dimana sang calon gubernur menggendong seorang bayi dengan tagline “Kasih
Ibu Tak Sepanjang Pilkada”.
Dalam benak saya, apa iya
kasih ibu tak sepanjang pilkada?
Namun titik poin ada dalam
benak saya bukan ini. Melainkan betapa kreatifnya strategi branding yang
dilakukan oleh tim sukses beliau.
Diluar daripada tagline yang
mungkin saja banyak yang dapat memicu perdebatan ataupun hal-hal lain namun
secara sederhana kampanye yang dilakukannya tersebut merupakan salah satu pembangunan
branding tentang sosok keibuan pada diri calon gubernur.
Menilik sosok ibu sendiri
tentu tak akan lepas daripada sebuah kasih sayang, kehangatan, dan hal-hal
emosional lainnya.
Sementara karakter
masyarakat kita sebagian besar menyenangi muatan komunikasi ataupun interaksi yang
bersifat emosional di urutan pertama, dan urutan selanjutnya adalah interaksi
yang mengandung unsur edukatif, informative, hingga yang terakhir adalah
interaksi to point.
Merujuk pada komunikasi
ataupun interaksi yang dimaksud dengan unsur emosional (emotional appeal) “monggo
dikoreksi jika ada typo penulisan bahasa inggrisnya” yaitu rasa sedih,
kemarahan, gembira, simpati, benci, takut cinta dan kasih sayang. Silahkan
dillist lagi bentuk-bentuk emosi.
Secara spesifik jika merujuk
pada sebuah content dalam media maka penggunaan unsur yang menyisipkan aspek
emosional berupa kemarahan, kagum, senang, lucu, rasa senasip sepenanggungan
adalah senjata ampuh untuk membuat suatu content menjadi viral.
Strategi banner yang
digunakan calon ini pun setelah saya perhatikan dari waktu yang sebelumnya
memang menarik, Di saat calon lain masih nyaman menggunakan metode lama seperti
ucapan malu tapi nafsu seperti numpang momen hari-hari besar di baliho khas
orang bahari, sang ibu calon ini sudah berani memasang baliho dengan tag line “Siap
menjadikannya Gubernur?”. Dan saat pertarungan pilkada sudah sedemikian dekat
seperti ini calon gubernur lain baru mulai memasang dengan tagline “bapak
Nganu, calon gubernur… mohon doa restu”. Walah jon nek ngene yo agak telat.
Dan lebih maknyusnya lagi
posisinya pun strategis di sekitar pertigaan jalan. Jika sudah melihat banner
tersebut secara tidak langsung para pengguna jalan yang melihatnya di giring
dalam sebuah fantasi sang calgub sudah menjadi gubernur yang sesungguhnya.
Ajibb memang.
Begitu pentingnya strategi
branding yang tepat hingga cara kampanye efektif sejatinya merupakan senjata
pemoles yang dhasyat bagi siapapun calon atau yang sudah menjadi. Ketidakteraturan
atau kesemrawutan dalam kepemerintahan seorang pemimpin saja dapat rapi
tertutupi, hanya karena media yang memberitakan dirinya tengah turun ke got,
sidak pasar, atau marah-marah. Terlebih lagi tim hore tak kasat mata yang
memainkan para buzzer di media sosial.
Ngomong-ngomong media sosial
nih ya, untuk para calon jika memang modal cumpon ora gablek, monggo
diminimalkan saja budget baliho, papan reklame, sama numpang di media cetak,
atau televisi. Sampean cukup bayar konsultan branding, tim social media
specialist, seo, dan desainer handal. Satu lagi budget untuk ads di media
sosial.
Mengapa peran dari media
sosial ini penting sekali digunakan melebihi baliho yang ukurannya ga nahan? Ya
karena era sekarang bukan lagi era dominasi pemilih genersi baby boomer (zaman
kemerdekaan), atau gen x mas bro. Sekarang sudah beralih ke zamannya millenials
yang bergentayangan, dan sebenatar lagi tergantikan menuju zamannya gen Z.
Telah diketahui bahwa kedua
generasi tersebut merupakan generasi yang gandrung akan kemerdekaan bersosial
media, dan gandrung mengomentari, memberikan like, dan share informasi di media
sosial loh.
Semua media sosial sama? Oh tidak
ada beberapa karakteristik dan bagaimana seharusnya menggunakan beberapa macam
media soisal guna meningkatkan personal branding diri. Penjelasan lebih lengkap
ini juga telah saya tulis di buku saya yang berjudul Sharing-mu,
Personal-Branding-mu yang baru terbit 17 Juli lalu.
Buku ini membahas tentang macam-macam pemahaman tentang penggunaan media sosial untuk meningkatkan branding, serta membaca karakteristik pengguna media sosial. Dalam buku ini akan dikupas tuntas berupa trik serta strategi untuk memaksimalkan personal branding diri anda. Buku ini bisa anda dapatkan langsung melalui WA: Khususnya untuk di sekitar Jabodetabek buku ini telah tersedia di Gramedia, untuk daerah lain barangkali menunggu distribusi. Atau jika ingin yang lebih eksklusif bisa langsung memesannya langsung via WA di
http://bit.ly/2u9t2ot
http://bit.ly/2u9t2ot
Kemampuan memoles branding
lewat media apapun memang tidaklah salah. Namun akan lebih dhasyat lagi saat
strategi yang digunakan juga mengikuti arus perkembangan zaman. Hal ini
dilakukan agar uang kampanye anda efektif dan tersasar pada target yang tepat.
Hingga saatnya nanti ambisi pribadi ataupun kolektif untuk menjadi seorang
pemimpin mantap didapatkan.
Harus jor-joran? Monggo sak
karep sampean bapak-bapak atau ibu-ibu calon. Mau irit hingga nyaris gratisan? Yah
monggo juga. Toh kita juga sudah bisa berukur, anggapanya orang yang berjualan
apakah bisa dikenal jika ia sendiri tak mempromosikan diri? Dan promosi ini
apakah mampu secara cepat dan ajaib terkecuali Allah yang menghendaki mampu
mendongkrak keterkenalan anda menyaingi Rafi ahmad? Tentu tidak perlu usaha,
kerjasama, dan keuangan yang memadai.
Selamat membentuk branding
diri anda masing-masing.
Muhamad Fadhol Tamimy
Branding Konsultan
Penulis Buku Sharing-mu, Personal Branding-mu
No comments:
Post a Comment