Ada sebuah pemandangan
menarik dari gelombang bonus demografi di negara indonesia yang terjadi rentang
medio 2012-2045, dimana kaum muda atau usia produktif akan mendominasi jumlah
penduduk indonesia(BKKBN). Berdasarkan data yang dirilis oleh BEI (Bursa Efek
Indonesia) seperti dilansir dalam bisnis.com (19/02/17) bahwa pertumbuhan
investasi aktif didominasi oleh kaum muda antara 17-30 tahun.
Sementara itu kaum muda yang
saat ini di bawah umur 40 tahun merupakan mereka yang tengah berada dalam
generasi Millenials Gen Y (medio kelahiran 1980-1994), dan bertahap akan
memasuki eranya generasi Z (1995-2005). Dua generasi yang saat ini digadang-gadang
menggantikan tampuk kegemilangan bangsa kedepan.
Dua fakta di atas kiranya
menggambarkan begitu dhasyatnya peran dan fungsi strategis masyarakat muda sebagai
penggerak perekonomian bangsa kedepan. Sebuah realitas yang sekaligus menjadi polemik
manakala potensi yang kian melimpah ini tak di barengi dengan kualitas SDM dan
perhatian dari pemerintah setempat.
Peningkatan kualitas SDM
(Sumber Daya Manusia) tentunya menjadi ruh yang tak dapat di pungkiri untuk
ditingkatkan. Pasalnya sumber daya manusia yang berkualitas menjadi sebuah investasi
jangka panjang bagi daerah khususnya dan bagi bangsa kedepannya. Peningkatan
kualitas SDM dapat dilakukan dengan banyak cara, mulai dari pembekalan berupa
pendidikan, pelatihan, permodalan, hingga pembinaan beragam kegiatan produktif.
Peran
Pembinaan Pemerintah Desa Bagi Pertumbuhan Ekonomi
Pembinaan kegiatan produktif
melalui lembaga pemerintah hingga desa cukup sukses mengakomodir geliat
perekonomian disetiap daerah. Memang belum bisa di bilang sukses secara
menyeluruh, dikarenakan sektor yang disasar masih sebatas pada barang produksi
yang tergolong monoton (itu-itu saja). Barang yang dimaksud masih berdasar pada
barang konsumsi yang cepat habis, atau kerajinan tradisional yang dikemas
dengan tradisional pula.
Alhasil nilai tambahnya pun
tak juga cukup menggiurkan dimata para pemuda. Padahal jika para pemuda ikut
serta di dalam pengembangan usaha di daerahnya, maka gairah pembaharuan pun
akan ikut tertularkan. Yang pada akhirnya nanti mampu memajukan daerahnya.
Hingga pada akhirnya nanti, kemajuan daerah yang tertularkan dapat turut
berkontribusi menopang kemandirian dan memajukan bangsa kedepan. Namun hal
tersebut adalah jangka panjang yang perlu ditata, dan diatur bahkan dirombak
total sistem yang ada. Perlu adanya pembaharuan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah umumnya hingga pemerintah desa khususnya.
Pemerintah desa yang menjadi
skup wilayah otonomi terkecil memiliki andil yang strategis untuk mendukung
pergerakan pemuda dalam kemandirian ekonomi. Pasalnya otonomi yang dimiliki oleh
desa, membuat desa tersebut seyogyanya mampu lebih cepat dalam mengeluarkan
suatu kebijakan yang kehadiranya disandarkan pada kebutuhan masyarakatnya.
Daerah kutai timur sendiri
menurut data yang dikeluarkan oleh Bappeda tahun 2017 memiliki 139 desa. Tentu
jumlah 139 bukanlah angka yang sedikit, dimana jumlah tersebut cukup potensial jika
dimaksimalkan dengan baik. Sementara itu potensi sumber daya alam di setiap
desa pun beraneka ragam diluar dari pertambangan, diantaranya yaitu potensi
peternakan, perikanan, pertanian, hingga makanan khas dan kerajinan yang
dimilikinya.
Secara garis besar potensi
tersebut ada, misalnya saja potensi rumput laut yang ada di wilayah pesisir
Kutai Timur, tepatnya di desa teluk kaba. Sejatinya masyarakat di teluk kaba
dapat merasakan manfaat dari hasil budidaya rumput laut disamping dari menjadi
nelayan. Dan peran dari pendamping desa
yang bekerjasama dengan lembaga ataupun instansi terkait inilah yang perlu
ditingkatkan lagi, secara kuantitas maupun kualitas.
Secara kuantitas tentunya
membutuhka teknologi guna menemukan peralatan modern yang aplikatif dan tepat
guna. Peran pendamping desa disini adalah mengajak segenap generasi Millenial
yang berada pada rentang usia 20an tahun ke atas, dan generasi Z yang berada di
kisaran belasan tahun untuk, turun rembuk menciptakan teknologi aplikatif yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas sebuah produk.
Jika kapasitas SDM dari
pendamping desa kurang memadai, maka fungsi pendamping desa dapat menjadi
penjembatan antara instansi yang berkompeten seperti lembaga penelitian,
ataupun universitas yang ada guna memberikan pelatihan para pemuda tersebut.
Memaksimalkan
Generasi Millenial dan Gen-Z
Merujuk pada data yang
dilansir oleh Bappeda kutai timur di tahun 2015 trend demografi masyarakat
generasi Millenial dan Gen-Z lebih banyak di bandingkan dengan generasi X (lahir
medio 1965-1976), hingga generasi baby bomer yang lahir sebelum generasi x
hadir.
Di sinilah peran untuk
melakukan pendampingan terhadap para generasi mudanya yang tergolong generasi
Millenial dan Gen-Z dapat dimaksimalkan.
Partisipasi keikutsertaan
dari kaum muda pun masih cendrung belum maksimal. Boro-boro untuk ikut
partisipasi dalam kegiatan enterprenur usaha, para pemuda justru lebih cendrung
asik bergulat dengan lowongan kerja di kantoran, PNS, dan kerja menjadi
karyawan di unit usaha lainnya. Walaupun memang di awal secara keseluruhan,
jika mengacu pada data BEI di atas, tingkat pertumbuhan pemuda yang mulai
berani terjun ke dunia investasi tinggi. Namun itu belumlah cukup, karena rasio
pengusaha di indonesia sendiri masih kalah dengan negara-negara lain seperti
singapur dan Malaysia yang sudah berada di angka 5% sementara indonesia baru
3,1% menurut data dari BPS (2016), .
Ada beberapa penyebab yang
membuat para Millenial dan Gen-z enggan menjadi enterpreneureship yaitu;
1.
Kebingungan untuk memulai
2.
Takut akan kegagalan
3.
Kurangnya permodalan
4.
Kurangnya informasi tentang pasar yang akan
disasar
5.
Infrastruktur yang belum memadai
6.
Kesulitan dalam mengakses perizinan
7.
Tidak adanya mentor yang dapat dijadikan
tempat bertanya
Ke 7 penyebab di atas adalah
permasalahan klasik yang selalu dihadapi oleh para pemuda di setiap generasi.
Dari 7 permasalahan yang ada hanya segelintir kaum muda saja yang mampu untuk
mengatasi permasalahan di atas, hingga mampu secara mandiri dan independen
dalam membesarkan usaha yang mereka bangun.
Solusi
Dari beragam permasalahan
yang telah nampak, hingga penyebab kurang maksimalnya kontribusi dari kaum muda
di daerah kutai timur, maka daerah harus bergerak cepat menyikapi hal tersbut.
Mulai dari skup terkecil dalam sebuah pemerintahan yang terkoordinasi lewat
pemerintah desa maka memaksimalkan potensi muda akan sangat efektif jika
dilakukan lewat 5 skema
1.
Pelatihan
2.
Komunitas
3.
Pendampingan
4.
Permodalan
5.
Akses Pasar
5 Skema di atas dapat
dilakukan secara bertahap, dan dalam pelaksanaannya pemerintah desa dapat
bekerja sama dengan berbagai pihak, baik itu instansi negeri maupun swasta
ataupun perorangan yang professional. Dengan begitu geliat pergerakan ekonomi
lewat kaum muda akan semakin dinamis demi kemajuan daerah kabupaten Kutai timur
khususnya dan Kalimantan Timur pada umumnya.
Karena lewat pemudalah
geliat kemajuan bangsa akan tercapai. Karena pemuda merupakan ujung tombang
sebuah pergerakan. Dari dulu hingga
sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan, dalam setiap kebangkitan, pemuda
merupakan rahasia kekuatannya, dalam setiap fikrah pemuda merupakan pengibar
panji-panjinya.
Millenials Personal Branding
Penulis buku Sharing-mu,
Personal Branding-mu
untuk korespondensi dapat menghubungi ke tamimyf@yahoo.com
No comments:
Post a Comment