Suatu kali di penghujung hidup Rasulullah, terjadi sebuah peristiwa pemberontakan, dimana para musuh dengan sengaja mencoba untuk memanfaatkan keadaaan Rasulullah yang tengah dalam kondisi sakit parah. Mereka mengancam teritori kekuasaan umat islam, dengan membuat gejolak di perbatasan Syam. Dari arah Yaman pun muncul kegaduhan dari nabi palsu.
Kondisi Rasulullah yang kala itu tidak sehat, sementara suasana sedang genting-gentingnya membuat Rasulullah harus segera mengangkat panglima untuk mengendalikan suasana. Dalam rapat darurat, hadir beberapa sahabat senior yang memiliki track record panjang dalam masa perjuangan semacam Sa’ad bin abi Waqqash, Said bin zaid, dan Abu Ubaidah bin jarrah.
Sahabat-sahabat yang hadir pun mengamini bahwa salah satu nama diatas digadang kuat menjadi panglima, yang akan memimpin pasukan muslim. Tak disangka, Rasulullah justru memilih Usamah Bin Zaid yang kala itu masih berusia muda tepatnya 17 tahun. Tak pelak keputusan tersebut mendapat beberapa komentar dari para sahabat, bahkan nada sedikit menyepelekan itu pun hadir. Berkat penjelasan Rasullullah, para sahabat akhirnya dapat legowo menerima keputusan pengangkatan Usamah sebagai panglima perang.
Kepercayaan berbuah manis, di bawah kepemimpinan Usamah, gejolak yang ditimbulkan para pemberontak dapat ditaklukan dalam tempo cepat. Perhitungan matang yang dilakukan Rasulullah, serta trobosan taktik baru yang dilakukan oleh Usamah sukses membawa kemenangan. Tentu hal tersebut menjadi bukti betapa dhasyatnya skema kolaboratif antara seorang pemimpin dengan utusan mudanya.
Kolaboratif ini memiliki kemiripan perjuangan bangsa dahulu. Masih segar dalam ingatan, peristiwa Rengasdengklok yang diinisiasi oleh kaum muda mendesak Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan. Setelah diskusi panjang antara kaum tua dan muda, akhirnya lahir 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan bangsa Indonesia, yang menjadi salah satu tonggak sejarah peradaban bangsa.
Memaksimalkan Kontribusi ASN Muda
Jika ditarik realitas bangsa Indonesia, tentu peran pemuda begitu penting untuk hadir di segala lini kehidupan, mulai dari pendidikan, sosial, ekonomi, agama, hingga penegakan dan pengawalan Hukum dan HAM. Terutama dalam hal teknis pelayanan masyarakat yang dampaknya langsung dirasakan.
Dibutuhkan kecepatan, daya juang tinggi serta pengorbanan yang harus dimunculkan oleh seluruh aparatur sipi negara. Kecepatan, daya juang, serta kreativitas inilah yang menjadi ciri khas pemuda yang memang sedang memasuki fase emas performance kecakapan hidupnya. Fase emas ini yang harus di maksimalkan agar inovasi serta trobosan dalam tatanan birokrasi dapat di munculkan secara maksimal.
Salah satu faktor pendukung dari lahirnya inovasi dan trobosan adalah memberikan kesempatan pada ASN muda yang ada di lingkungan organisasi. Wabil khusus semenjak pandemi yang membuat zaman mulai di “paksa” dalam akselarasi eksponensial perubahan.
Ada beberapa cara yang seyogyanya dapat dilakukan. Yang pertama adalah memberikan kesempatan, baik itu berupa projek pembaharuan sistem pelayanan ataupun sistem tata kelola organisasi. Dengan memberikan kesempatan dalam setiap projek pembaharuan sebuah sistem ataupun tata kelola organisasi, dapat memicu tumbuhnya rasa saling memiliki. Hal tersebut juga mampu mempererat kerjasama antara senior dan junior. Kerjasama yang baik juga memiliki implikasi pada rasa nyaman dalam bekerja, dan rasa nyaman ini memiliki pengaruh terhadap produktifitas dalam bekerja.
Kedua adalah mendelegasikan ASN muda pada sebuah kegiatan yang mana tidak hanya pada sekedar simbolis semata, atau sekedar diberdayakan untuk hal-hal administratif saja, namun juga untuk dimintakan ide dan cara mengeksekusinya. Bahkan kalau perlu saat kegiatan hendak dilaksanakan, jauh-jauh hari, pimpinan dapat meminta para ASN muda untuk membuat semacam proposal ide sederhana, dan menjelaskan pada saat kegiatan.
Karena terkadang para ASN muda bukan karena tidak memiliki ide ataupun inisatif dalam bekerja guna menciptakan sebuah perubahan, akan tetapi rasa sungkan pada senior atau atasan, takut dianggap cari muka, takut dianggap melangkahi kewenangan hingga takut idenya ditolak atau bahkan tidak diapresiasi. Perasaan itulah yang menjadi salah satu penyebab para ASN muda, seolah-olah apatis pada lingkungan kerja.
Ketiga adalah mendukung segala bentuk pengembangan diri dengan catatan, tidak mengganggu tugas utamanya sebagai seorang ASN. Dengan memberikan dukungan, minimal kemudahan izin melanjutkan studi ataupun pelatihan yang dapat meningkatkan kecakapan dalam bekerja. Terlebih kelanjutan studi ataupun pelatihan tersebut berkaitan dengan kecakapan atau kemampuan yang memang dibutuhkan organisasi dalam meningkatkan kualitas mutu layanan.
Kolaborasi Senior dan ASN Muda
Founding father bangsa Indonesia, bung karno pernah berucap, “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia”.
Semakna dengan kisah zaman Rasulullah, yang sukses kepemimpinannya dengan mengolaborasikan antara sahabat senior dan memaksimalkan para sahabat muda, mulai memberikan kesempatan adalah hal yang bisa dilakukan. Tentunya tidak begitu saja diberikan kesempatan, namun untuk beberapa waktu diberikan pula pendampingan.
Manakala hal tersebut dapat dilakukan, maka bukan tidak mungkin sejarah kegemilangan akan berulang. Seperti saat tanah gersang mekkah, dalam kurun waktu beberapa tahun mampu menjadi sebuah episentrum pusat lahirnya sebuah era gemilang.
Dari dulu hingga sekarang, pemuda merupakan pilar kebangkitan, dalam sebuah kebangkitan pemuda merupakan rahasia kekuatannya, dalam sebuah pemikiran pemuda adalah pengibar panji-panjinya.
Oleh karenanya semoga potensial para pemuda di setiap organisasi maupun kementrian sebagai tunas abdi negara dapat semakin diberikan kesempatan demi terwujudnya sebuah cita-cita gemilang.
No comments:
Post a Comment